Di
sebuah desa, ada seorang pengusaha kaya-raya. Begitu sibuknya
mengumpulkan harta, ia lupa keluarga, waktu dan beramal. Allah
mentakdirkan dia kaya, sehingga dikenallah menjadi tuan tanah dan
pengusaha walet di sebuah kota kecil di Jawa Timur. Saya jungkir-balik,
banting-tulang, ini semua demi anak dan agar bisa kami nikmati di hari
tua, begitu katanya.
Sayang, ketika usianya telah mencapai 55, Allah memanggilnya setelah diberi musibah sakit. Bahkan selama hidupnya, ia sendiri belum pernah menikmati kekayaannya secara baik.
Sayang, ketika usianya telah mencapai 55, Allah memanggilnya setelah diberi musibah sakit. Bahkan selama hidupnya, ia sendiri belum pernah menikmati kekayaannya secara baik.
Setahun kematiannya, sebelas
anak-anaknya justru pecah berantakan karena urusan warisan. Mereka
saling menggugat satu dengan yang lain ke pengadilan karena menganggap
apa yang diterima tidak adil.
Kasus seperti ini bagian dari cerita nyata di sekeliling kita. Banyak
orang menghabiskan waktu, menguras tenaga untuk berburu jabatan dan
harta sebagai bekal hari tua. Namun faktanya, banyak di antara mereka
berakhir dengan sia-sia. Uang, harta, jabatan yang mereka kejar tidak
bisa dinikmatinya.
Padahal yang paling haq dari kehidupan dunia ini adalah Duniamu untuk
Akhiratmu. Siapa yang gagal menjadi hamba Allah yang taqwa di dunia ini
maka keburukan lah baginya di akhirat nanti. Barang siapa yang berhasil
menjadi hamba Allah yang taqwa maka baginya kemenangan abadi.
Taqwa adalah sifat yang menomorsatukan Allah dan Rasul-Nya atas segala
situasi dan kondisi. Firman Allah : Dan barangsiapa yang taat kepada
Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka
mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan. (QS. 24 : 52).
Agama Islam dengan seluruh perangkat Alquran dan Hadits-nya merupakan
pedoman-pedoman bagi umat manusia untuk mendapatkan; petunjuk, aturan,
pedoman hidup, berita yang lengkap tentang segala hal yang menyangkut
seluruh keperluan manusia yang hanya berlaku selama masih hidup singkat
di dunia yang fana ini.
Syarat untuk mendapatkan manfaat besar dari Alquran dan Hadits itu ialah
dengan menjadi orang yang bertaqwa. Sebagaimana firman-Nya, Alquran ini
tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (QS. 2 :
2).
Secara lebih komprehensif Alquran disebut sebagai petunjuk karena di
dalamnya terdapat khabar shodiq yang berisi berita baik dan buruk yang
akan diterima manusia di akhirat (yang kekal abadi) sesudah mati sebagai
balasan atas perilakunya dalam menyikapi petunjuk dan aturan Allah
selama hidupnya di dunia.
Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam bersabda; Tiadalah kenikmatan
dunia dibandingkan kenikmatan akhirat melainkan seperti salah seorang di
antara kamu pergi ke laut; lalu ia masukkan jari tangannya ke dalam
lautan itu, maka hanya air yang menempel pada jarinya itulah keseluruhan
nikmat-nikmat dunia. Sedangkan perbandingan nikmat surga akhirat adalah
sangat jauh dan lebih luas lagi seperti luas lautan tadi. (HR.
Al-Hakim).
Dalam Alquran Allah berfirman; Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya
harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para
petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya
kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia
ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.(QS. 57 : 20).
Sayyidina Ali pernah berwasiat; Kuasailah dunia jangan cintai. Artinya
umat Islam harus tetap berkonsentrasi menguasai segala hal yang penting
di dunia ini guna tegaknya agama Islam. Oleh karena itu kuasailah dunia
jangan cintai, tapi manfaatkan sepenuhnya untuk bekal menuju akhirat.
Maka benarlah ungkapan yang mengatakan; sebenarnya duniamu adalah
akhiratmu.
Penyakit at-Taswiif diartikan sebagai penyakit menunda-nunda amal, yang
dinilai sangat berbahaya, karena ia dapat menjangkiti siapa saja.
Jauhilah dirimu dari taswiif. Karena sesungguhnya engkau berada dengan
harimu ini dan bukan dengan hari esokmu. Jika engkau diberi kesempatan
untuk bernafas esok hari, maka jadikanlah hari esok itu sama seperti
harimu ini. Karena jika hari esok tidak diperuntukkan bagimu, engkau
tidak akan menyesal dengan hari yang kau lalui hari ini.