SETIAP berkenalan dengan seseorang kita selalu bersalaman, begitu juga
saat kita bertemu dengan orang yang sudah kita kenal. Salaman menjadi
kebiasaan untuk persahabatan dan keakraban. Saya punya tetangga, setiap
kali bertemu selalu bersalaman. Setiap kali berangkat ke masjid, saya
selalu berpapasan dengan dia yang juga berangkat ke masjid yang arahnya
berbeda. Beliau menjadi imam di masjid tersebut. Bukan hanya bersalaman,
dia selalu mengucapkan kata-kata : sepuntene sing katah (mohon maaf
yang banyak), dan saya pun menjawabnya, sami-sami (sama-sama) .
Setelah intensitas pertemuan itu semakin sering, maka saya juga mengucapkan permintaan maaf tersebut. Sebelumnya, saya juga pernah bertemu dengan beberapa orang yang melakukan hal yang sama, minta maaf setiap kali bersalaman.
Seorang teman di kantor juga begitu, minta maaf setiap kali bersalaman. Bagi sebagian orang hal ini terderngar aneh, bahkan ada yang mengolok, kayak lebaran saja salaman sambil minta maaf.
Tapi tahukah Anda bahwa bersalaman itu memliki nilai yang tinggi. Kanjeng Rasul mengatakan, tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian bersalaman kecuali dosa-dosanya diampuni oleh Allah sebelum berpisah. Bersalaman saja sudah menghapus dosa keduanya, ditambah lagi dengan permintaan maaf kesalahan-kesalahan kedua orang tersebut. Ini menunjukkan nilai ibadah dari bersalaman yang dicontohkan oleh Kanjeng Rasulullah, bukan sekedar tradisi untuk persahabatan dan keakraban. Bahkan sekarang populer model salaman dua kali, seperti biasa kemudian dilanjutkan dengan saling menggenggam jari-jari tangan dengan posisi lengan berdiri. Salam model ini dipopulerkan di kalangan olahraga. Di kalangan militer salam model ini dikenal dengan salam komando.
Apa pun modelnya, berjabat tangan merupakan ibadah yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, karena ketaatan dan kecintaan pada Rasulullah memiliki nilai yang tinggi. Karena, mengikuti apa yang diajarkan Rasulullah bukan sekadar sunnah dalam artian definitive, mengerjakan dapat pahala dan meninggalkan tidak apa-apa. Sunnah mengikuti Rasulullah bukan hanya perhitungan dapat pahala atau tidak, tapi sudah sampai pada tingkat ketaatan dan kecintaan kita kepada utusan Allah itu.
Mengikuti ajaran Rasulullah adalah bentuk ketaatan, kecintaan dan keimanan kita kepadanya. Kalau kita mengimani Rasulullah, mencintai dan menaatinya, maka apa pun yang diperintahkan dan dicontohkan tidak ada kata lain kecuali mengikutinya dengan sungguh-sungguh. Samikna wa athokna. Banyak hal yang menyebabkan orang merendahkan sunnah, salah satu diantaranya teks buku pelajaran sekolah yang mengajarkan bahwa sunnah adalah amalan yang kalau dikerjakan dapat pahala kalau ditinggalkan tidak apa-apa. Unsur ‘’tidak apa-apa’’ inilah yang membuat orang meremehkan sunnah. Padahal sunnah adalah amalan yang istimewa yang akan melengkapi amalan wajib kita.
Kalau amalan wajib terbatas jumlah dan waktunya. Salat hanya lima kali sehari semalam, puasa hanya setahun sekali, haji hanya sekali seumur hidup, zakat juga setahun sekali. Selain wajib, ibadah tersebut juga ada sunnahnya. Salat sunnah, sangat banyak variannya, begitu juga puasa. Kalau haji hanya seumur hidup, tapi umrah kita bisa lakukan setiap saat bila ada sarananya. Zakat yang wajib dilaksanakan setahun sekali, kalau ingin memperbanyak sunnahnya bisa dilaksanakan setiap hari dengan sadakah atau infaq. Itu masih belum termasuk amalan lain seperti doa dan dzikir, serta amalan yang terkait dengan hubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia. Islam menjadikan keduanya sebagai satu kesatuan yang terpisah, tidak boleh hanya tekun ibadah tapi mengabaikan interaksi dengan lingkungannya.
Sebaliknya, tidak boleh hanya baik dengan mahluk tapi mengabaikan khaliqnya. Ketika berinteraksi dengan khaliqnya dalam ibadah yang khusuk, tentu tidak bisa dicampur dengan aktivitas keduaniaan, karena itu wilayah privat manusia dengan penciptanya. Salat misalnya, sejak takbiratul ihram sampai salam adalah hubungan khusus manusia dengan Allah yang tidak boleh diduakan dengan yang lain, meskipun hanya dalam hayalan. Tapi namanya manusia, sering tidak sempurna dalam salat, terkadang pikirannya melayang ke mana-mana padahal lisannya sedang mengucap kalimat pujian kepada Allah.
Untuk kesalahan-kesalahan seperti bisa langsung dimintakan ampun kepada Allah langsung setelah selesai salat melalui dzikir membaca istighfar dan sebagainya. Saat itu bisa langsung mohon ampun kepada Allah dengan sungguh-sungguh tanpa diselingi kegiatan lain. Ketika sedang khusuk berdzikir dan berdoa itu, jangan sampai ada gangguan dari mahluk. Misalnya, ada yang mengajak bicara atau mengajak salaman.
Setelah intensitas pertemuan itu semakin sering, maka saya juga mengucapkan permintaan maaf tersebut. Sebelumnya, saya juga pernah bertemu dengan beberapa orang yang melakukan hal yang sama, minta maaf setiap kali bersalaman.
Seorang teman di kantor juga begitu, minta maaf setiap kali bersalaman. Bagi sebagian orang hal ini terderngar aneh, bahkan ada yang mengolok, kayak lebaran saja salaman sambil minta maaf.
Tapi tahukah Anda bahwa bersalaman itu memliki nilai yang tinggi. Kanjeng Rasul mengatakan, tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian bersalaman kecuali dosa-dosanya diampuni oleh Allah sebelum berpisah. Bersalaman saja sudah menghapus dosa keduanya, ditambah lagi dengan permintaan maaf kesalahan-kesalahan kedua orang tersebut. Ini menunjukkan nilai ibadah dari bersalaman yang dicontohkan oleh Kanjeng Rasulullah, bukan sekedar tradisi untuk persahabatan dan keakraban. Bahkan sekarang populer model salaman dua kali, seperti biasa kemudian dilanjutkan dengan saling menggenggam jari-jari tangan dengan posisi lengan berdiri. Salam model ini dipopulerkan di kalangan olahraga. Di kalangan militer salam model ini dikenal dengan salam komando.
Apa pun modelnya, berjabat tangan merupakan ibadah yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, karena ketaatan dan kecintaan pada Rasulullah memiliki nilai yang tinggi. Karena, mengikuti apa yang diajarkan Rasulullah bukan sekadar sunnah dalam artian definitive, mengerjakan dapat pahala dan meninggalkan tidak apa-apa. Sunnah mengikuti Rasulullah bukan hanya perhitungan dapat pahala atau tidak, tapi sudah sampai pada tingkat ketaatan dan kecintaan kita kepada utusan Allah itu.
Mengikuti ajaran Rasulullah adalah bentuk ketaatan, kecintaan dan keimanan kita kepadanya. Kalau kita mengimani Rasulullah, mencintai dan menaatinya, maka apa pun yang diperintahkan dan dicontohkan tidak ada kata lain kecuali mengikutinya dengan sungguh-sungguh. Samikna wa athokna. Banyak hal yang menyebabkan orang merendahkan sunnah, salah satu diantaranya teks buku pelajaran sekolah yang mengajarkan bahwa sunnah adalah amalan yang kalau dikerjakan dapat pahala kalau ditinggalkan tidak apa-apa. Unsur ‘’tidak apa-apa’’ inilah yang membuat orang meremehkan sunnah. Padahal sunnah adalah amalan yang istimewa yang akan melengkapi amalan wajib kita.
Kalau amalan wajib terbatas jumlah dan waktunya. Salat hanya lima kali sehari semalam, puasa hanya setahun sekali, haji hanya sekali seumur hidup, zakat juga setahun sekali. Selain wajib, ibadah tersebut juga ada sunnahnya. Salat sunnah, sangat banyak variannya, begitu juga puasa. Kalau haji hanya seumur hidup, tapi umrah kita bisa lakukan setiap saat bila ada sarananya. Zakat yang wajib dilaksanakan setahun sekali, kalau ingin memperbanyak sunnahnya bisa dilaksanakan setiap hari dengan sadakah atau infaq. Itu masih belum termasuk amalan lain seperti doa dan dzikir, serta amalan yang terkait dengan hubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia. Islam menjadikan keduanya sebagai satu kesatuan yang terpisah, tidak boleh hanya tekun ibadah tapi mengabaikan interaksi dengan lingkungannya.
Sebaliknya, tidak boleh hanya baik dengan mahluk tapi mengabaikan khaliqnya. Ketika berinteraksi dengan khaliqnya dalam ibadah yang khusuk, tentu tidak bisa dicampur dengan aktivitas keduaniaan, karena itu wilayah privat manusia dengan penciptanya. Salat misalnya, sejak takbiratul ihram sampai salam adalah hubungan khusus manusia dengan Allah yang tidak boleh diduakan dengan yang lain, meskipun hanya dalam hayalan. Tapi namanya manusia, sering tidak sempurna dalam salat, terkadang pikirannya melayang ke mana-mana padahal lisannya sedang mengucap kalimat pujian kepada Allah.
Untuk kesalahan-kesalahan seperti bisa langsung dimintakan ampun kepada Allah langsung setelah selesai salat melalui dzikir membaca istighfar dan sebagainya. Saat itu bisa langsung mohon ampun kepada Allah dengan sungguh-sungguh tanpa diselingi kegiatan lain. Ketika sedang khusuk berdzikir dan berdoa itu, jangan sampai ada gangguan dari mahluk. Misalnya, ada yang mengajak bicara atau mengajak salaman.