Alt/Text Gambar
" PROMO MENARIK : Anda membutuhkan Kusen,Jendela,daun pintu juga daun jendela · Daerah JABODETABEK dan luar => Hub: P.Bambang WA : 081.599.41.990 "!!!"Bahagiakan orangtuamu selagi waktu masih mengijinkannya # Suara Artama @ Saat kamu yakin tak bisa, berdoa berdoa dan berdoa lah. Karena mukjizat bisa dapat kapan saja

Alqur’an dan Tantangan Sains Modern


Saat mengkaji mukjizat ilmiah (i’jaz ilmi) Alqur’an, kita harus meyakini bahwa ia bukanlah kitab sains, kedokteran, teknik, astronomi, atau kimia, tapi adalah kitab petunjuk bagi manusia. Namun, ketika Alqur’an berbicara tentang manusia, tumbuhan, langit, bumi, atau alam semesta ini, Alqur’an berbicara tentang hakikatnya. Karena yang dibicarakan adalah hakikatnya, maka yang dijelaskan pasti akan sesuai dengan fakta sebenarnya.
Setelah belajar, mengkaji, menemukan peralatan canggih untuk penelitian ilmiah, manusia mampu mengungkap sedikit hakikat tersebut.
Hakikat yang sudah dijelaskan Alqur’an sekian abad sebelumnya. Hal ini ditegaskan Allah dalam Fushshilat ayat 53 – yang artinya, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Alqur’an itu adalah benar.”
Mukjizat ilmiah Alqur’an telah terbukti pada langit, daratan, lautan, proses penciptaan manusia, fungsi gunung, hakikat tumbuhan, hewan, proses terjadinya hujan, dan sebagainya. Seiring dengan itu, muncul ilmuan-ilmuan Muslim yang mengungkap mukjizat ilmiah Alqur’an ini. Sebut saja misalnya Harun Yahya dari Turki, Zaghlul Najjar dari Mesir, Abdul Majid az-Zindani dari Yaman, dan Zakir Naik dari India.
Sebagai contoh i’jaz ilmi itu antara lain tentang asal mula alam semesta. Ilmu pengetahuan modern, ilmu astronomi, baik yang berdasarkan pengamatan maupun berupa teori, dengan jelas menunjukkan bahwa pada suatu waktu, seluruh alam semesta masih berupa ‘gumpalan asap’, yaitu komposisi gas yang sangat rapat dan tak tembus pandang. Hal ini merupakan prinsip yang tak diragukan lagi menurut standar astronomi modern. Karena para ilmuwan sekarang pun dapat melihat pembentukan bintang-bintang baru dari peninggalan ‘gumpalan asap’ semacam itu.
Mari kita perhatikan firman Allah dalam Alqur'an mengenai hal ini – yang artinya, “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap.” (Fushshilat ayat 11)
Lebih lanjut, Alqur’an menegaskan, matahari dan bumi merupakan satu kesatuan. Karena bumi dan langit di atasnya (matahari, bulan, bintang, planet, galaksi dan lain-lain) terbentuk dari ‘gumpalan asap’ sama, maka dapat ditarik kesimpulan, matahari dan bumi dulu merupakan satu kesatuan. Kemudian mereka berpisah dan terbentuk dari ‘asap’ homogen ini. Bagaimana dalam Alqur’an? Allah berfirman – yang artinya, “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.” (Al-Anbiya:30)
Tak hanya pada udara, Alqur’an juga mengungkap rahasia-rahasia laut, di antaranya tentang kegelapan di laut dalam. Saat ini, disebutkan dan dijelaskan melalui gambar-gambar, bahwa antara 3 hingga 30 persen cahaya matahari dipantulkan oleh permukaan laut. Selanjutnya, hampir semua warna dari spektrum cahaya akan diserap secara berturut-turut pada 200 meter pertama, kecuali warna biru (Oceans, Elder dan Perneta, hal. 27). Allah telah menegaskan dalam Alqur’an – yang artinya, “Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya.” (QS. An-Nur: 40)
Kegelapan di dalam lautan dan samudera ditemukan sekitar kedalaman 200 meter ke bawah. Pada kedalaman ini, hampir-hampir tak ada cahaya lagi. Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak ada cahaya sama sekali. Manusia tidak berkemampuan menyelam lebih dari kedalaman 40 meter tanpa bantuan kapal selam atau peralatan khusus. Manusia tak akan bertahan tanpa perlengkapan di bagian gelap dari lautan, semisal pada kedalaman 200 meter. Gelapnya kedalaman laut ini hanya diketahui oleh para ilmuwan di masa sekarang melalui berbagai peralatan khusus. Sesuatu yang mustahil dilakukan di zaman Nabi Muhammad. Ini membuktikan Alqur’an diturunkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui.
Lebih lanjut, kita dapat mengkaji mukjizat ilmiah Alqur’an ini dalam karya-karya pakar i’jaz ilmi di atas. Intinya, dari beberapa contoh itu dapat kita simpulkan: Pertama, tidak ada kontradiksi antara hakikat ilmu pengetahuan dengan hakikat Alqur’an karena keduanya berasal dari satu sumber, Allah SWT. Kedua, kemukjizatan ilmu pada Alqur’an memang tidak memposisikan Alqur’an sebagai kitab sains, namun dapat memberikan isyarat atau petunjuk untuk melakukan kajian lebih jauh terhadap pengembangan sains.
Ketiga, Alqur’an adalah wahyu Allah, bukan karangan Nabi Muhammad. Karena Alqur’an tersebut telah mengabarkan kepada kita tentang fakta-fakta ilmiah yang kelak ditemukan dan dibuktikan oleh eksperimen sains umat manusia, dan terbukti tidak dapat dicapai atau diketahui dengan sarana kehidupan yang ada pada jaman Rasulullah. (*)

*) Penulis adalah dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Pengasuh Dialog Kajian Tafsir di Radio Madina FM 99,8, Masjid Agung Jami’ Malang.

Auto backlink

Ingin Link anda nonggol disini silahkan copy paste link dibawah ini ke blog anda setelah itu klik link ini dari blog anda dan lihat hasilnya link anda otomatis nempel disini selamanya
Sistema Enlaces Reciprocos