Alt/Text Gambar
" PROMO MENARIK : Anda membutuhkan Kusen,Jendela,daun pintu juga daun jendela · Daerah JABODETABEK dan luar => Hub: P.Bambang WA : 081.599.41.990 "!!!"Bahagiakan orangtuamu selagi waktu masih mengijinkannya # Suara Artama @ Saat kamu yakin tak bisa, berdoa berdoa dan berdoa lah. Karena mukjizat bisa dapat kapan saja

Meluruskan Tradisi Maulid


Pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Malang
Sobat: Bulan Rabi`ul Awwal telah datang. Sebagian besar umat Islam menyambut dengan riang. Berbagai hajatan dikaitkan dengan pembacaan maulid. Volume maulid semakin tinggi. Berbagai sajian kegiatan telah dan akan dilaksanakan untuk mengisi bulan maulid ini. Anak-anak kecil sampai orang tua tidak mau ketinggalan, menyambut bulan kelahiran manusia paling mulia, Sayidina Muhammad SAW.
Tiap perkampungan, masjid dan mushalla menyelenggarakan maulid. Di beberapa daerah, tradisi maulid biasa diupacarai dengan beragam budaya masyarakat setempat. Bahkan, beberapa tradisi yang mengitari perayaan maulid menjadi ikon wisata.
Persoalannya, tidak sedikit budaya yang disisipkan dalam bermaulid, kerap dilakukan dengan mengabaikan rambu-rambu syariat, entah karena ketidaktahuan atau sudah tahu namun merasa tidak peduli. “Ya, namanya sudah tradisi, sudah turun temurun seperti ini, mau dibagaimanakan lagi?” katanya.
Beberapa Kasus Maulid yang Melenceng
Beberapa kasus bermaulid yang kurang elok dapat kita ketahui dengan mudah lewat media elektronik maupun cetak, atau mungkin diri kita sendiri menjadi salah satu pelakunya. Di antaranya, tradisi perayaan maulid yang disisipi dengn lempar kue antar para jama`ah. Satu dengan yang lain saling melempar kue yang konon dipercayai oleh mereka yang terlibat dapat mendatangkan rezeki yang berkah.
Kasus lain yang sering terjadi, melakukan maulid dengan petik laut atau melarung sesaji. Tradisi semacam ini biasanya menyedot perhatian banyak orang. Para wisatawan lokal maupun mancanegara turut serta di dalamnya, menyaksikan dan mengabadikannya.
Selain itu, ada masyarakat yang merayakan maulid nabi, lalu ketika maqam (berdiri) saling berebut uang yang memang sengaja disediakan untuk jamaa`ah majlis maulid. Laki-laki dan perempuan yang hadir dalam gelaran maulid tersebut, berebut uang dengan tidak mengindahkan pembacaan maulid yang tengah berlangsung. Akibatnya, acara maulid menjadi kacau balau, kalah oleh ‘perlombaan’ mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.
Lebih dari itu, berdalih mengagungkan maulid nabi, kemudian melakukan kirab. Kegiatan ini sudah pasti dilakukan dengan menutup jalan umum yang menyebabkan gangguan atas kenyamanan bagi pengguna jalan yang lain. Biasanya kirab ini diikuti laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dengan berboncengan.
Masih banyak kasus lain yang kerap mengurangi kesakralan dan kebaikan peringatan maulid. Maulid yang dimaksudkan untuk mengenalkan Nabi Muhammad di relung para pembaca, pendengar, dan hadirin, justru kehilangan ruhnya ketika disisipi dengan kegiatan-kegiatan yang tidak baik, melanggar syariat, dan menyampuraduk kebaikan dengan keburukan.
Beragam kasus yang mencoreng nama baik maulid harus menjadi perhatian semua pihak, khususnya para tokoh agama. Beragam contoh di atas merupakan tindakan yang tidak elok dan berpotensi mendatangkan kemaksiatan yang malah dimurkai oleh Allah. Bukan rahmat berkat membaca shalawat justru sebaliknya.
Melempar kue dan melarung sesaji, termasuk sikap pemborosan yang dilarang oleh Islam. Terlebih, masih banyak umat Islam yang hidup dalam keadaan papa. Alangkah baiknya, jika kue dan sesaji tidak dilempar dan dilarung namun dimakan dengan sewajarnya dan bila memungkinkan turut mengundang kaum papa, untuk bisa bersama-sama menikmati kue dan sesaji tersebut dengan riang gembira sebagai ekspresi rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Melarung sesaji sendiri, selain bentuk pemborosan juga dapat menjerumuskan pelakunya kepada kesyirikan. Larung sesaji sama sekali tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam, namun tidak lebih sebagai ‘ibadah’ agama lain, sehingga tidak perlu kita tiru, apalagi untuk mengisi peringatan maulid nabi.
Begitu pula halnya dengan tradisi maulid dengan mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam satu tempat, tanpa penghalang, campur aduk sedemikian rupa. Seharusnya hal demkian bisa dihindari dengan satir (penutup) yang memisahkan antara muslimin dan muslimat, layaknya dalam pelaksanaan shalat berjamaah di masjid.
Mengadakan maulid Nabi dengan bercampurnya laki-laki dan perempuan telah mendapat tentangan dari Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy`ari. Ketika itu di malam Senin, 25 Rabi’ul Awwal 1355 H, beliau  melihat para santri di salah satu pesantren sedang merayakan Maulid Nabi yang diiringi perbuatan munkar, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, permainan yang menyerupai judi, senda-gurau, dan lain-lain. Lahirlah dari tangan beliau kitab yang berjudul At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat (Peringatan-peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan kemungkaran) yang ditulis berdasarkan pengalaman tersebut.
Santun Bermaulid
Menghormati dan memuliakan kelahiran manusia yang paling mulia sejagad, Nabi Muhammad SAW, harusnya dilakukan dengan cara yang mulia dan penuh penghormatan. Hal-hal yang mencoreng tradisi maulid, meski dengan niat memuliakan nabi, sama saja melecehkan junjungan kita ini.
Oleh karena itu, jika kita berniat mengagungkan Maulid Rasulullah SAW mestinya dilakukan dengan kesantunan, tertib syariat, perhatian terhadap batasan-batasan dalam sebuah majelis. Terlebih kita meyakini, bahwa ruh Rasul SAW hadir saat kita maqam, maka kita harus lebih khusyu` dan penuh ketertundukan.
Imam Malik bin Anas, layak kita jadikan contoh bagaimana kita memuliakan nabi. Sebelum beliau mengajarkan hadits, beliau selalu mandi terlebih dahulu, berwudhu, mengenakan surban, duduk dengan tenang, barulah beliau membacakan hadits. Demikian pula para ulama salafus shaleh lainnya. Sikap ini lahir demi mengagungkan Rasulullah SAW dan hadits-haditsnya.
Hal yang sama harus kita lakukan saat kita bermaulid, tidak mudah terbawa arus tradisi yang telah mendarah daging, namun mampu memilah dan menyeleksinya secara ketat dan kritis. Karenanya, sejak dini kita perlu memahami tata krama dalam agama dengan baik dan benar, termasuk di dalam mengadakan maulid nabi.
Bagaimana pun memuliakan nabi tidak dapat dilakukan dengan melupakan prinsip-prinsip akhlak yang karenanya beliau diutus kepada kita. Bermaulid tidak bisa dilaksanakan dengan kemaksiatan atau hal-hal yang dilarang agama.
Jauh lebih penting lagi, maulid hendaknya tidak berhenti pada kegiatan seremonial belaka yang terulang di tiap hari, pekan, atau tahun. Jauh dari itu, dengan membaca sirah beliau, kita seharusnya lebih mampu meneladani kehidupan, menunaikan hak-haknya, serta menjalankan titah dan ajaran yang telah disampaikan oleh beliau. Kiranya menjadi mubazir, jika waktu yang telah kita luangkan dan dana yang kita keluarkan untuk menyelenggarakan peringatan hari lahir nabi, tidak simetris dengan keteladanan dari diri kita terhadap ajaran Rasul SAW.

Auto backlink

Ingin Link anda nonggol disini silahkan copy paste link dibawah ini ke blog anda setelah itu klik link ini dari blog anda dan lihat hasilnya link anda otomatis nempel disini selamanya
Sistema Enlaces Reciprocos